Filosofi nilai “religio-politik” POKER

Penulis : Habib Lukman Hakim
mahasiswa fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel semester 6

Teringat saat mengikuti kegiatan temu nasional CSS di brebes beberapa tahun lalu. Waktu itu sebelum pulang ke surabaya pengasuh pondok berpesan kepada para peserta/santri bahwa “jika menginginkan kesuksesan dunia akhirat maka kuncinya adalah dawamul fikri wa dawamul dzikri ( berfikir dan dzikir secara continue)”. Dan dalam kesehariannya bisa berbentuk berbagai macam kegiatan din jika tidak keberatan “poker-an” merupakan salah satu bentuk keinginan untuk dawamul fikri (maaf kalau agak ngawur). Ada baiknya saya ungkapkan hal-hal berikut untuk menguatkan statement saya.

* Makna dibalik kartu wajik, waru, kriting, dan waru ireng (maaf nggak tahu bahasa indonesianya)

Sudah seharusnya nilai nominal yang kecillah yang kalah, tapi tidak dalam permainan poker ini nilai terkecillah yang bisa mengalahkan sang raja atau the “king”. Apakah ini menyalahi hukum alam atau memang ini merupakan bentuk permainan yang menyahi nilai etis dan moralitas? Jika ditelaah lebih lanjut seperti apa yang telah disebutkan Betrand Russel dalam bukunya History Of Western Philosophy bahwa dalam konsep kenegaraan aristoteles kasta terendah adalah budak dan adanya sebuah negara tidak terlepas dari komponen individual , keluarga dan kelompok masyarakat.



Angka dua disebut sebagai “poker” dan ini merupakan kasta terendah atau bisa saja disebut bahwa angka dua=poker=budak, tetapi kenapa justru ini merupakan jurus pamungkas untuk mengalahkan jack, queen, king bahkan AS. Secara tidak langsung mungkin bisa dikatakan bahwa sistem permainan poker adalah permainan “demokratis” yang menggambarkan kekuasaan tertinggi adalah kekuasaan yang ada ditangan rakyat. Dan inilah seharusnya konsep demokrasi sejatinya yang harus dianut dan diaplikasikan dalam kehidupan bernegara, ketika rakyat sudah tidak menghendaki seorang pemimpin (as nurdin, jack nurdin, queen nurdin, king nurdin )harusnya membuat sadar dan tahu diri donk bukan malah nggak tahu malu (PSSI...maaf keceplosan).



Sebuah problem besar jika terdapat ketidak jelasan dan ketidakjujuran dalam pemerintahan seperti sekarang katanya sih demokrasi tapi masih banyak fakta-fakta oligarki, aristokrasi, dan bahkan cenderung monarki. Wealah ngomong opo tho... hmm qt lanjutkan pembahasan pokernya wae.



Meskipun nilai “poker” menjadi nilai tertinggi dalam sistem “demokrasi” yang dapat mengalahkan jack, queen, king, dan AS. Masih ada cara untuk melakukan serangan balik terhadap hegemoni yang terdapat pada “poker” yaitu dengan sistem koalisi atau penggabungan beberapa kelompok tertentu misalkan dengan urutan lima angka dari jenis dan warna yang sama atau dengan empat golongan sama yang berkoalisi. Dan cenderung adanya koalisi ini membuat “poker” dianiaya. Bisa kita lihat di pemerintahan sekarang ketika oposisi dan koalisi tidak berjalan sebagai “check and balances” maka rakyat=poker dipaksa untuk “dianiaya” dengan adanya barter kasus yang tidak kunjung selesai (century, lapindo, gayus, PSSI=gak mari-mari rek).



Banyak hal yang dapat kita ambil sebagai pelajaran bahwa selalu ada celah untuk menang baik dengan cara mengatur kocokan kartu, melirik kartu teman sebelah, atau meyusun kartu yang tidak semestinya (wes podo ngerti kan? Tergantung jiwa religuitas individu masing-masing.....)



Dari permainan poker ini setidaknya kita akan mengetahui cermin kecil dari bentuk-bentuk policy (kebijakan), strategi, kejujuran, koalisi, opoisisi dan mungkin juga nilai religuitas tidaknya seseorang (ukurannya bisa dari lafadz “dzikir” yang diucapkan dll). Mari kita tingkatkan......Gud luck! Selamat

Share

Posted in: Tips dan Trik